Sampai saat ini, tidak sedikit kehidupan pencipta lagu dangdut di masa
tuanya memprihatinkan. Padahal, karya-karyanya semasa muda hingga
sekarang masih sangat sering dinyayikan.
Semisal, penyanyi sekaligus pencipta lagu Leo Waldy. Seniman yang lagu-lagunya terkenal tahun 1980 hingga 1990-an tersebut meninggal dunia karena sakit paru-paru pada Oktober 2012. Sebelum meninggal, kehidupannya memprihatinkan karena kondisi perekonomian yang kurang mencukupi.
"Saat itu kondisi kehidupan keluarga Mas Leo memprihatinkan dan tinggal di kamar kos yang tidak berlalu besar. Padahal, beliau adalah penyanyi dan pencipta lagu sangat terkenal di masa kejayaannya dulu," ujar Surya Aka.
Beberapa judul lagu karyanya yang sempat top hingga sekarang seperti "Pasrah" dinyanyikan Muchsin Alatas dan Meggy Z, serta "Tidak Semua Laki-laki" yang dinyayikan mantan Gubernur Jatim Basofi Sudirman.
Untuk meringankan beban keluarga ketika mendapat perawatan di rumah sakit, para musisi dangdut yang tergabung di Persatuan Artis Musik Melayu-Dangdut Indonesia (PAMMI) menggelar malam peduli untuk pengumpulan dana bagi Leo Waldy dan pencipta dangdut lain yang mengalami nasib tidak jauh berbeda, seperti Edy Lestaluhu.
"Meski terkumpul dana tidak terlalu banyak, namun bisa sedikit membantu biaya rumah sakit. Begitu juga dengan Edy Lestaluhu dan beberapa legenda musik dangdut lainnya," kata seniman yang juga Ketua Bidang Kominfo DPP PAMMI tersebut.
Edy Lestaluhu, lanjut Surya Aka, meninggal dunia pada Februari 2013. Saat itu, kondisi perekonomiannya juga sedang tidak bagus. Padahal, karya-karyanya sampai sekarang masih sering dinyayikan dan ditampilkan di sejumlah televisi, radio, dan konser-konser umum.
Beberapa karya Edy Lestaluhu sampai kini sering dinyayikan, seperti "Rambut " yang sempat dipopulerkan Evie Tamala, "Punya Siapa" dinyanyikan Mega Mustika, "Retak-retak Kaca" oleh Itje Trisnawati, "Pacar Dunia Akherat" oleh Rita Sugiarto, "Sedang-sedang Kaca" oleh Vety Vera, serta karya lainnya.
Tidak hanya itu saja, ada juga penyanyi dan pencipta lagu berjudul "Keagungan Tuhan" karya A. Malik Bz yang mengalami nasib tidak jauh beda hingga meninggal dunia.
Satu lagi, pencipta lagu Nano Romansyah yang kini menderita struk dan hidup sederhana di Indramayu, Jawa Barat.
Menurut Surya Aka, kondisi memprihatinkan tersebut tidak lepas dari berhentinya royalti yang masuk ke kantong pencipta lagu. Di samping itu, tersendatnya industri musik dangdut di Indonesia menjadi salah satu faktor utama.
"Jangan salah, para pencipta lagu dangdut yang karya-karyanya tenar sampai sekarang tidak ada yang dibayar. Mereka tidak dapat pemasukan sama sekali. Lagu-lagu baru yang diciptakan tidak bisa keluar karena industri musik dangdut yang berhenti," katanya.
Untuk memperketat dan kejadian serupa tidak terulang, PAMMI membentuk lembaga yang peduli terhadap nasib pencipta lagu bernama Asosiasi Hak Cipta Dangdut Indonesia (AHCDI).
Di bawah komando Rhoma Irama sendiri sebagai Ketua Umum AHDCI, nantinya akan dilakukan perlindungan kepada pencipta lagu dengan menagih royalti ke tempat-tempat hiburan yang menyediakan lagu-lagu dangdut, terutama rumah karaoke, televisi, radio dan sebagainya.
"AHCDI membentuk Royalti Anugerah Indonesia (RAI) selaku eksekutor atau penagih. Hal ini sangat penting untuk melindungi pencipta lagu dan sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta," kata pria yang juga Ketua Soneta Fans Club Indonesia Jawa Timur itu.
Ia menggambarkan, saat ini beberapa rumah karaoke ditengarai tidak memiliki izin menggunakan lagu-lagu, khususnya musik dangdut. Padahal lagu-lagu itu merupakan modal utama dalam menjalankan bisnisnya.
"Kami mengimbau kepada semua pihak yang menggunakan lagu-lagu dangdut, segera mengajukan izin ke AHCDI sebagai satu-satunya lembaga atau wadah pencipta dangdut di Indonesia," katanya. (*)
Semisal, penyanyi sekaligus pencipta lagu Leo Waldy. Seniman yang lagu-lagunya terkenal tahun 1980 hingga 1990-an tersebut meninggal dunia karena sakit paru-paru pada Oktober 2012. Sebelum meninggal, kehidupannya memprihatinkan karena kondisi perekonomian yang kurang mencukupi.
"Saat itu kondisi kehidupan keluarga Mas Leo memprihatinkan dan tinggal di kamar kos yang tidak berlalu besar. Padahal, beliau adalah penyanyi dan pencipta lagu sangat terkenal di masa kejayaannya dulu," ujar Surya Aka.
Beberapa judul lagu karyanya yang sempat top hingga sekarang seperti "Pasrah" dinyanyikan Muchsin Alatas dan Meggy Z, serta "Tidak Semua Laki-laki" yang dinyayikan mantan Gubernur Jatim Basofi Sudirman.
Untuk meringankan beban keluarga ketika mendapat perawatan di rumah sakit, para musisi dangdut yang tergabung di Persatuan Artis Musik Melayu-Dangdut Indonesia (PAMMI) menggelar malam peduli untuk pengumpulan dana bagi Leo Waldy dan pencipta dangdut lain yang mengalami nasib tidak jauh berbeda, seperti Edy Lestaluhu.
"Meski terkumpul dana tidak terlalu banyak, namun bisa sedikit membantu biaya rumah sakit. Begitu juga dengan Edy Lestaluhu dan beberapa legenda musik dangdut lainnya," kata seniman yang juga Ketua Bidang Kominfo DPP PAMMI tersebut.
Edy Lestaluhu, lanjut Surya Aka, meninggal dunia pada Februari 2013. Saat itu, kondisi perekonomiannya juga sedang tidak bagus. Padahal, karya-karyanya sampai sekarang masih sering dinyayikan dan ditampilkan di sejumlah televisi, radio, dan konser-konser umum.
Beberapa karya Edy Lestaluhu sampai kini sering dinyayikan, seperti "Rambut " yang sempat dipopulerkan Evie Tamala, "Punya Siapa" dinyanyikan Mega Mustika, "Retak-retak Kaca" oleh Itje Trisnawati, "Pacar Dunia Akherat" oleh Rita Sugiarto, "Sedang-sedang Kaca" oleh Vety Vera, serta karya lainnya.
Tidak hanya itu saja, ada juga penyanyi dan pencipta lagu berjudul "Keagungan Tuhan" karya A. Malik Bz yang mengalami nasib tidak jauh beda hingga meninggal dunia.
Satu lagi, pencipta lagu Nano Romansyah yang kini menderita struk dan hidup sederhana di Indramayu, Jawa Barat.
Menurut Surya Aka, kondisi memprihatinkan tersebut tidak lepas dari berhentinya royalti yang masuk ke kantong pencipta lagu. Di samping itu, tersendatnya industri musik dangdut di Indonesia menjadi salah satu faktor utama.
"Jangan salah, para pencipta lagu dangdut yang karya-karyanya tenar sampai sekarang tidak ada yang dibayar. Mereka tidak dapat pemasukan sama sekali. Lagu-lagu baru yang diciptakan tidak bisa keluar karena industri musik dangdut yang berhenti," katanya.
Untuk memperketat dan kejadian serupa tidak terulang, PAMMI membentuk lembaga yang peduli terhadap nasib pencipta lagu bernama Asosiasi Hak Cipta Dangdut Indonesia (AHCDI).
Di bawah komando Rhoma Irama sendiri sebagai Ketua Umum AHDCI, nantinya akan dilakukan perlindungan kepada pencipta lagu dengan menagih royalti ke tempat-tempat hiburan yang menyediakan lagu-lagu dangdut, terutama rumah karaoke, televisi, radio dan sebagainya.
"AHCDI membentuk Royalti Anugerah Indonesia (RAI) selaku eksekutor atau penagih. Hal ini sangat penting untuk melindungi pencipta lagu dan sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta," kata pria yang juga Ketua Soneta Fans Club Indonesia Jawa Timur itu.
Ia menggambarkan, saat ini beberapa rumah karaoke ditengarai tidak memiliki izin menggunakan lagu-lagu, khususnya musik dangdut. Padahal lagu-lagu itu merupakan modal utama dalam menjalankan bisnisnya.
"Kami mengimbau kepada semua pihak yang menggunakan lagu-lagu dangdut, segera mengajukan izin ke AHCDI sebagai satu-satunya lembaga atau wadah pencipta dangdut di Indonesia," katanya. (*)
Penulis : Fiqih Arfani
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/107197/surya-aka-pengusaha-hiburan-harus-peduli-pencipta-lagu
Posting Komentar