<!-- more -->
Bulan kapit merupakan bulan spesial yang tidak pernah digunakan untuk melakukan acara syukuran hajatan oleh sebagian masyarakat Jawa pada umumnya dan masyarakat Indramayu Cirebon khususnya. Anggota masyarakat yang akan melaksanakan syukuran pernikahan (walimatul ’arusy), atau syukuran sunatan (walimatul khitan), semacam ada pantangan untuk tidak menggunakan bulan kapit sebagai bulan hajatannya. Sehingga mereka lebih memilih bulan lainnya daripada bulan kapit. Alasannya sangat sederhana dan beragam. Ada yang mempunyai keyakinan bahwa bulan kapit adalah bulan sial seperti kata Subhan (Sesepuh Kecamatan Gegesik), oleh karena itu harus dihindari. Ada juga yang berkeyakinan bahwa bulan kapit adalah bulan kejepit (rawan kecelakaan dan sempit rejeki) seperti menurut Muhaimin (Tokoh Agama Kecamatan Kelangenan), dan yang lebih ngeri lagi bahwa bulan kapit adalah bulan bala’ (penuh musibah) demikian menurut Hasani (Tokoh Agama Kecamatan Gempol), dan lain sebagainya. Tradisi seperti ini telah diyakini oleh sebagian masyarakat Cirebon dan sekitarnya yang sudah berjalan selama berabad-abad lamanya. Padahal tidak diketahui siapa penggagasnya, kapan dan di mana asal-usul sejarahnya. Jelasnya tradisi ini masih eksis sampai sekarang.
Menurut tradisi orang Jawa, tanggal dan bulan setiap tahun mempunyai makna sangat penting. Karenanya dengan melihat tanggal dan bulan masyarakat Jawa akan segera mengetahui saat-saat yang baik untuk merencanakan dan melakukan segala sesuatu. Dengan mengetahui hal tersebut, maka dalam melaksanakan suatu pekerjaan diharapkan akan menemui keselamatan dan kesejahteraan..
Indonesia adalah negeri yang kaya akan suku, budaya, agama, dan kepercayaan.. Sebelum Islam datang ke Indonesia melalui para pedagang dari Gujarat pada abad ke 13, agama dan kepercayaan lain sudah bermunculan di negeri ini. Sebut saja misalnya: animisme, dinamisme, hindu, budha, konghucu dan kristen. Belum lagi kepercayaan dan aliran kebatinan yang merupakan paham sempalan dari agama tertentu yang akhir-akhir ini tumbuh berkembang bagaikan jamur di musim hujan. Oleh karena itu tidak dipungkiri lagi bahwa segala budaya dan tradisi yang berlaku saat ini berasal dari orang tua zaman dulu/nenek moyang penganut agama dan kepercayaan tertentu yang kemudian diwariskan secara turun temurun.
Perspektif Islam
Secara bahasa kapit berasal dari kata hafidz yang dalam bahasa arab berarti menjaga atau memelihara. Yang dimaksud di sini adalah menjaga atau memelihara kesucian bulan ini dari peperangan atau larangan lainnya. Karena di dalam alQur’an Kapit /dzulqa’dah termasuk as Syahrul Haram, bulan suci dan mulya, selain dari rajab, dzulhijah, dan muharram (Qs.alMaidah:2). Namun orang Jawa biasa menyebut kata hafidz dengan sebutan kapit, demikian menurut Ustadz Masykur, seorang Tokoh Masyarakat dari Kecamatan Astanajapura.
Dalam ajaran Islam tidak mengenal hari, minggu, bulan, atau tahun pembawa sial, akan tetapi sebaliknya. Semua waktu adalah baik apabila dipergunakan untuk melakukan amal saleh. Sebagaimana Allah berfirman dalam alQur’an: ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menta'ati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”(Qs.al’Ashr:1-3)
Tiga ayat alQur’an di atas menjelaskan bahwa Allah Swt. bersumpah atas nama waktu. Betapa ruginya orang - orang yang tidak bisa menggunakan waktu dengan baik. Artinya adalah seseorang akan terkena sial bila ada waktu atau kesempatan yang baik untuk beramal saleh, tetapi ia tidak bisa mempergunakan kesempatan itu dengan baik. Akibat dari perbuatannya itu, ia akan merugi.
Menurut ’Afif Abdul Fattah (1996) bahwa Allah telah bersumpah dengan memakai nama masa (waktu) karena ia sangat penting kedudukannya bagi kehidupan manusia. Di dalam waktu terkandung kehidupan yang saling berganti. Di dalamnya juga terdapat kemudahan dan kesengsaraan, kekayaan dan kemiskinan, serta bahagia dan celaka, semuanya datang dan pergi silih berganti. Karena mengingat kebanyakan manusia selalu mengaitkan musibah dengan waktu serta mereka mengeluh dan merasa sakit karena waktu, maka Allah bermaksud menjelaskan kepada mereka melalui sumpah dalam ayat di atas, bahwa suatu kerugian dalam pekerjaan manusia bukanlah karena waktu tertentu, dan manusia itu akan selalu dalam kerugian selagi dia tidak mau menegakkan dan menyandang empat perkara, yaitu: iman kepada Allah Swt., mengerjakan amal shalih, saling berpesan untuk mengerjakan perkara yang baik (hak), dan saling berpesan untuk berpegang teguh pada kesabaran.
Pertama, Iman dan amal shalih. Beriman kepada Allah Swt. merupakan kewajiban pertama bagi manusia di muka bumi ini, karena sesungguhnya iman merupakan tanda bahwa manusia telah mendapat petunjuk dan mempunyai pandangan yang benar. Beriman kepada Allah juga mempunyai pengaruh yang baik dalam kehidupan manusia. Iman dapat melenyapkan dan menyingkirkan kegelapan dalam kehidupan ini, dan dapat memasukan perasaan penuh harap di dalam kalbu. Pada saat sedang frustasi, manusia yang mu’min akan selalu ingat bahwa di sana ada pelindung tempat ia mengadu dan meminta perlindungan (Qs.alIkhlas:2). Dia adalah Allah Yang Mahakuasa untuk membantunya. Dan apa yang menimpah dirinya berupa kemadharatan akan mendatangkan pahala baginya, karena itu dia tenang dan menjadi kecillah semua kemadharatan yang dihadapinya, serta semua musibah akan terasa mudah ditanggungnya. Oleh sebab itu, ketika melihat orang mu’min yang ikhlas, selalu berlapang dada, tenang jiwanya, dan tidak pernah merasa khawatir. Dengan demikian orang-orang yang benar beriman tidak pernah mengenal apa yang namanya sial, rejeki sempit, lebih-lebih di bulan kapit. Karena ia yakin dan percaya bahwa Allah sudah mengatur kehidupannya. Itulah yang menjadi ketenangan orang yang beriman.
Kedua, Saling berpesan untuk perkara yang hak. Dalam Qs. al’Ashr di atas, Allah Swt. mengecualikan orang yang merugi itu orang-orang yang saling berpesan demi perkara yang hak. Saling berpesan demi perkara yang hak merupakan kebutuhan pokok masyarakat.. mengerjakan perkara yang hak memang sulit, karena perkara yang hak selalu bertentangan dengan kemauan hawa nafsu, lawan dari kemashlahatan khusus dan lawan angkara murka pada penguasa dan kezaliman orang. Berdasarkan pengertian ini, Islam tidak hanya memerintahkan para pelakunya untuk mengerjakan yang hak saja tetapi juga memerintahkan mereka agar saling berpesan untuk mengerjakannya. Termasuk juga diantaranya uintuk berpesan kepada masyarakat bahwa mengadakan acara hajat penikahan atau khitanan pada bulan kapit itu sama baiknya pada bulan lain.
Ketiga, Saling berpesan untuk bersabar. Mengingat perkara yang hak itu mempunyai beban yang berat atas jiwa manusia, dan bahwa saling berpesan untuk mengerjakannya pasti dibarengi dengan cobaan dan kesulitan-kesulitan, maka hal itu memerlukan kesabaran. Oleh karena itu, Allah Swt. menggandengkan saling berpesan untuk bersabar dengan saling berpesan untuk saling mengerjakan perkara yang hak. Dalam Kitab Daqaiqul Akhbar, paling tidak sabar itu ada tiga perkara, yaitu: 1) sabar ketika menunaikan ketaatan yang diwajibkan dan diperintahkan oleh Islam, 2) sabar dalam menjauhi perbuatan maksiat yang dilarang oleh Islam, dan 3) sabar ketika musibah menimpah dan menanggung deritanya.
Kesabaran yang paling tinggi derajatnya ialah tatkala musibah datang untuk pertama kalinya. Bila seseorang pada saat itu bersikap sabar, maka hal itu menunjukkan ketabahan dan kerteguhan jiwanya serta kekuatan akidahnya. Oleh karena itu nabi Saw. bersabda, ”sesungguhnya sabar itu hanyalah ketika pertama kali musibah datang ” HR.Bukhari. Sikap sabar merupakan dasar utama bagi kebanyakan sikap yang utama. Tidak ada suatu keutamaanpun yang tidak memerlukan sikap sabar. Termasuk diantaranya apabila ketika menyelenggarakan acara hajat walimah di bulan kapit, kebetulan terjadi sesuatu yang ganjil, maka bersabarlah. Yakinkan bahwa jodoh, pati, rejeki, bala’, seneng, sengsara, itu garisan takdir yang pasti dilewati setiap insan.
Mudah-mudahan dengan memahami Qs. al’Ashr, tidak ada lagi yang berkeyakinan dengan menunjukkan bulan tertentu atau waktu tertentu yang diklaim sebagai waktu pembawa sial, bencana, atau pembawa kemadharatan lainnya. Hanya kepada Allah-lah tempat kita kembali. Semoga.
* Mursana, M.Ag. : Ketua Pokjaluh Kandepag Kab. Cirebon, alumni Pesantren Darussalam Ciamis
Posting Komentar