Dicabutnya subsidi solar untuk kapal dengan
mesin 30 gross ton (GT) membuat nelayan kecil di pantura Jawa sulit melaut
karena harga solar non subsidi lebih mahal.
Akibat kebijakan itu, nelayan dari Indramayu, Cirebon, Pekalongan, Batang,
Tegal, Brebes berunjuk rasa di Jakarta, Rabu (5/2) siang ini.
Rombongan nelayan asal Indramayu berangkat
Selasa (4/2) malam menggunakan bis dari kantor KPL Mina Sumitra. Diketuai
korlap Kajidin, mereka menuntut
penolakan pencabutan subsidi solar untuk kapal di atas 30 GT ke Kementerian ESDM
dan Pertamina.
Beberapa
jam sebelumnya, 600 nelayan asal Tegal lebih dahulu berangkat dengan tujuan
yang sama. Mereka bergabung di ibukota untuk
menyuarakan aspirasi demi nasib nelayan pantura. Rombongan berangkat pukul 17.30 WIB dari
kantor Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT), diketuai Eko Susanto.
Aksi
ribuan nelayan yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu (FNB) itu akan
bertahan di ibukota hingga tuntutan turunnya harga solar terpenuhi. Pencabutan subsidi itu sendiri didasarkan atas
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012 yang ditindak-lanjuti Peraturan Menteri
ESDM Nomor 18 Tahun 2013 tentang harga jual eceran BBM tertentu untuk konsumen
pengguna tertentu. Kemudian pada tanggal
15 Januari 2014, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) juga
mengeluarkan surat nomor 29/07/Ka.BPH/2014 yang berisi larangan untuk
menyalurkan BBM jenis tertentu kepada kepada kapal di atas 30 GT.
Nasib
nelayan yang sangat terpukul, dirasakan juga oleh nelayan kecil di Kamal Muara,
Muara Angke, Muara Baru, Kalibaru dan Cilincing Jakarta Utara. Akibat kebijakan itu, nelayan yang biasanya
membeli solar seharga Rp. 5.500 per liter, kini menjadi Rp. 13.500 per liter.
Ketua Kelompok Usaha
Bersama Nelayan (Kube) Kelompok Nelayan Pancing Kalibaru Jumani mengaku saat ini saja
banyak di antara nelayan sudah tidak dapat melaut karena angin muson
barat. Apalagi ditambah dengan kenaikan
beban operasional, tentu akan semakin mencekik kehidupan para nelayan. (Jeff/berbagai
sumber)
Posting Komentar