INDRAMAYU – K2 FM – Rabu,22/5-2013, 11:12 WIB
Minimnya pendokumentasian karya sastra,
khususnya oleh penyair ‘Kota Mangga’, disikapi dengan peluncuran Antologi Puisi
Indramayu ‘Romantisme Negeri Minyak’. Antologi
ini tersirat sebuah harapan bahwa karya-karya sastra tak lagi tercecer dan akan
terdokumentasi dengan baik. Lebih dari itu, dapat menjadi referensi bagi
perjalanan sastra di Indonesia. Buku kumpulan puisi ini digagas penyair Yohanto A. Nugraha, yang juga Ketua
Forum Masyarakat Sastra Indramayu (Formasi), siap diluncurkan di Gedung Dewan
Kesenian Indramayu-DKI pada 8 – 10 Juni 2013.
Buku setebal 390 halaman ini berisi 260 puisi
karya 28 penyair lintas generasi Indramayu termasuk puisi dua mantan Bupati
Indramayu, H.A. Dasuki dan Ope Mustofa.
Melengkapi Antologi ‘Romantisme Negeri Minyak’ terbitan Pustaka Dinamika
Yogyakarta, dibuka dengan prolog Secawan
Oase Estetika dan Mimpi-Mimpi Paradoksal oleh Syarofin Arba MF dan epilog
oleh Hadi Santosa bertajuk Penya’ir,
Kegelisahan & Penanda Zaman.
Pada saat ‘launching’ nanti, bakal digelar
bedah buku dengan pembicara Syarofin Arba MF, seorang pemerhati sastra
Indonesia. Ia akan mengungkap fenomena kondisi
penyair dan iklim sastra di daerah yang menurutnya kurang bergairah. Inilah yang menjadi tantangan bersama baik
para penggiat sastra, pemerintah dan masyarakat untuk mengkaji lebih dalam
kurangnya kegairahan bersastra di daerah.
Padahal geliat sastra di Indramayu sudah terlihat sejak era ’70-an. Meski sastrawan Indramayu belum sejajar
dengan nama-nama sastrawan nasional, namun nama-nama seperti Ipang Rifa’i Alvin,
Agus Supardi atau Moendji DS misalnya, punya kontribusi besar di jagat sastra
Dermayu. Beberapa nama lain seperti
Yohanto A. Nugraha, Dedi Apriadi, Moh. Hery Saripudin hingga Kedung Darma
Romansha karyanya banyak tersebar di media-media nasional.
Dan bila mencoba mengkilas balik ke era ’80-an di
Indramayu, saat itu sarat dengan aktivitas sastra dari mulai diskusi, lomba
baca puisi/cerpen, lomba penulisan puisi/cerpen dan pementasan teater. Komunitas seni-sastrapun menjamur seperti
Kreasi (Kelompok Remaja Pecinta Sastra Indramayu), Bomar (Bocah Margasari),
Runtiq, Depot Study Teater serta sanggar-sanggar seni lain. Merekapun menjadikan media lokal sebagai
sarana apresiasi. Sebut saja radio
Sturada (kini menjadi K2 FM) yang waktu itu kerap disambangi Abuk cs
menyuarakan dunia sastra bagi pendengar.
(Jeffry)
Posting Komentar