Dalam kurun waktu sekitar dua bulan saja,
kepengurusan baru Dewan Kesenian Indramayu (DKI) periode 2015-2018 sudah mulai
menunjukkan kiprahnya. DKI langsung
tancap gas merealisasikankan sejumlah program kerja, baik dalam bentuk
pertunjukan seni tradisi maupun lomba-lomba.
Masyarakat dan seniman Indramayu menaruh
harapan besar kepada lembaga kesenian ini dalam pelestarian seni-budaya lokal,
terutama menyelamatkan kesenian asli Indramayu dari kepunahan. Tak heran, Ketua DKI Sihabudin harus selektif menyusun komposisi kepengurusan untuk masa
bakti 3 tahun mendatang. Iapun segera menempatkan orang-orang yang mau mengabdi
terhadap keberlangsungan organisasi.
“Jumlah Komite masih tetap delapan, ditambah
Bidang Sumber Daya dan Dana yang akan mencari sumber dana dari pihak luar
selain dari APBD,” jelas Sihabudin saat talk show di K2 FM. Hal itu untuk menyikapi anggaran APBD yang
belum turun. Pihaknya tak mau hanya
karena anggaran belum turun maka proses
berkesenian ikut mandeg.
Sihabudin berkeinginan, lembaga kesenian yang
dipimpinnya, dalam menjalankan program kegiatan tidak selalu digelar di gedung
DKI (Panti Budaya-red). DKI tidak harus menjadi pelaku seni, tapi
memfasilitasi dan mendorong komunitas untuk berkesenian. “Bukan menjadi sebuah ukuran kesuksesan jika
DKI menyelenggarakan kegiatan sendiri, dan hanya ditonton oleh orang-orang DKI
juga,” Tak jarang ia melakukan ‘saba budaya’ ke seluruh pelosok Indramayu untuk
menyerap aspirasi seniman. Hal itu agar
DKI tidak bersifat sentralistik mengingat wilayah Indramayu cukup luas, banyak
seniman dengan beragam jenis kesenian.
“Saya prihatin ketika sebagian masyarakat
belum tahu DKI, terutama wilayah Inbar,” katanya saat mendatangi daerah Salam
Darma (Anjatan) dan Patrol.
Sebagai ketua baru DKI, ia mengucapkan
terima-kasih atas kepercayaan para peserta Museni untuk mengemban amanat dalam Musyawarah
Seniman VI yang dihelat Sabtu 19 Desember 2015 silam. Ada sesuatu yang berbeda
dari penyelenggaraan Museni dari periode-periode sebelumnya. Museni dilaksanakan di hari Sabtu dan tempat
pelaksanaan yang biasanya di Panti Budaya, waktu itu mengambil tempat di Grand Trisula
Hotel.
Secara nasional, payung
hukum pembentukan dewan kesenian di Indonesia pernah dibuat, namun sebenarnya
kurang kuat. “Yang saya tahu, dasar pembentukannya adalah Instruksi Menteri
Dalam Negeri (Inmendagri) No 5A Tahun 1993 tentang Dewan Kesenian,” kata
seorang tokoh seniman Indramayu.
Mungkin memang
dibutuhkan Undang-Undang tentang Kesenian Nasional. "Kalau olahragawan
memiliki Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional, pendidik lewat Sisdiknas,
mengapa seniman tidak ,” ungkapnya.
(Jeffry)
Posting Komentar